cara membangun keluarga sakinah
Assalamualikum Warahmatuallahi
Wabarokatu
الْحَمْدُ ِللهِ الَّذِيْ
أَنْعَمَنَا بِنِعْمَةِ اْلإِيْمَانِ وَاْلإِسْلاَمِ. وَنُصَلِّيْ وَنُسَلِّمُ
عَلَى خَيْرِ اْلأَنَامِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَلِهِ وَصَحْبِهِ
أَجْمَعِيْنَ أَمَّا بَعْدُ
Segala puji bagi Allah yang telah
memberikan anugerah iman dan Islam kepada kita.
Kita panjatkan doa dan keselamatan atas
makhluk terbaik, pemimpin kita nabi Muhammad dan kepada keluarganya dan para
sahabat semuanya.
Membangun keluarga Sakinah, Mawaddah, Warahmah
Perempuan adalah sumber sakinah,
bukan laki-laki. Mari kita perhatikan firman Allah swt:
“Di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya
Dia menciptakan untuk kalian isteri dari species kalian agar kalian merasakan
sakinah dengannya; Dia juga menjadikan di antara kalian rasa cinta dan kasih
sayang. Sesungguhnya dalam hal itu terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang
berpikir.” (Ar-Rûm: 21)”.
Dalam ayat ini ada kalimat
“Litaskunû”, supaya kalian memperoleh atau merasakan sakinah. Jadi sakinah itu
ada pada diri dan pribadi perempuan. Laki-laki harus mencarinya di dalam diri
dan pribadi perempuan. Tapi perlu diingat laki-laki harus menjaga sumber
sakinah, tidak mengotori dan menodainya. Agar sumber sakinah itu tetap terjaga,
jernih dan suci, dan mengalir tidak hanya pada kaum bapak tetapi juga anak-anak
sebagai anggota rumah tangga, dan gerasi penerus.
Kita bisa belajar dari fakta dan relialita. Kaum isteri yang sudah ternoda mata air sakinahnya berdampak pada anak-anak sebagai penerus ummat Rasulullah saw. Siapa yang paling berdosa? Jelas yang mengotori dan menodainya.
Kita bisa belajar dari fakta dan relialita. Kaum isteri yang sudah ternoda mata air sakinahnya berdampak pada anak-anak sebagai penerus ummat Rasulullah saw. Siapa yang paling berdosa? Jelas yang mengotori dan menodainya.
Sebagai pengantar untuk membangun keluarga
sakinah baiklah kita pelajari Hak dan Kewajiban yang buat oleh Allah dan
Rasul-Nya, antara lain:
1. Suami adalah pemimpin rumah
tangga
“Kaum lelaki adalah pemimpin bagi
kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki)
atas sebagian yang lain (wanita)..”(An-Nisa’: 34)
2. Suami dipatuhi dan tidak boleh
ditentang
3. Tanpa izin suami, isteri tidak
boleh mensedekahkan harta suami, dan tidak boleh berpuasa sunnah.
4. Suami harus dilayani oleh isteri
dalam hubungan badan kecuali uzur, dan isteri tidak boleh keluar rumah tanpa
izinnya. Rasulullah saw bersabda:
“Isteri harus patuh dan tidak
menentangnya. Tidak mensedekahkan apapun yang ada di rumah suami tanpa izin
sang suami. Tidak boleh berpuasa sunnah kecuali dengan izin suami. Tidak boleh
menolak jika suaminya menginginkan dirinya walaupun ia sedang dalam kesulitan.
Tidak diperkenankan keluar rumah kecuali dengan izin suami.” (Al-Faqih, 3:277)
5. Menyalakan lampu dan menyambut
suami di pintu
6. Menyajikan makanan yang baik untuk suami
7. Membawakan untuk suami bejana dan kain sapu tangan untuk mencuci tangan dan mukanya
8. Tidak menolak keinginan suami hubungan badan kecuali dalam keadaan sakit
6. Menyajikan makanan yang baik untuk suami
7. Membawakan untuk suami bejana dan kain sapu tangan untuk mencuci tangan dan mukanya
8. Tidak menolak keinginan suami hubungan badan kecuali dalam keadaan sakit
Rasulullah saw juga bersabda:
“Hak suami atas isteri adalah isteri
hendaknya menyalakan lampu untuknya, memasakkan makanan, menyambutnya di pintu
rumah saat ia datang, membawakan untuknya bejana air dan kain sapu tangan lalu
mencuci tangan dan mukanya, dan tidak menghindar saat suami menginginkan
dirinya kecuali ia sedang sakit.” (Makarim Al-Akhlaq: 215)
Rasulullah saw juga bersabda:
“(Ketahuilah) bahwa wanita tidak
pernah akan dikatakan telah menunaikan semua hak Allah atasnya kecuali jika ia
telah menunaikan kewajibannya kepada suami.” (Makarim Al-Akhlaq:215)
Hak-Hak Isteri
1. Isteri sebagai sumber sakinah,
cinta dan kasih sayang. Suami harus menjaga kesuciannya. (QS Ar-Rum: 21)
2. Isteri harus mendapat perlakukan
yang baik
“Ciptakan hubungan yang baik dengan
isterimu.” ( Al-Nisa’ :19)
3. Mendapat nafkah dari suami
4. Mendapatkan pakaian dari suami
5. Suami tidak boleh menyakiti dan
membentaknya
Pada suatu hari Khaulah binti Aswad
mendatangi Rasulullah saw dan bertanya tentang hak seorang isteri. Beliau
menjawab:
“Hak-hakmu atas suamimu adalah ia
harus memberimu makan dengan kwalitas makanan yang ia makan dan memberimu
pakaian seperti kwalitas yang ia pakai, tidak menampar wajahmu, dan tidak
membentakmu” (Makarim Al-Akhlaq:218)
Rasulullah saw juga bersabda:
“Orang yang bekerja untuk menghidupi
keluarganya sama dengan orang yang pergi berperang di jalan Allah.”. (Makarim
Al-Akhlaq:218)
“Terkutuklah! Terkutuklah orang yang
tidak memberi nafkah kepada mereka yang menjadi tanggung jawabnya.” (Makarim
Al-Akhlaq:218)
6. Suami harus memuliakan dan
bersikap lemah lembut
7. Suami harus memaafkan kesalahannya
Cucu Rasulullah saw Imam Ali Zainal
Abidin (sa) berkata:
“Adapun hak isteri, ketahuilah
sesungguhnya Allah Azza wa Jalla telah menjadikan untukmu dia sebagai sumber
sakinah dan kasih sayang. Maka, hendaknya kau sadari hal itu sebagai nikmat
dari Allah yang harus kau muliakan dan bersikap lembut padanya, walaupun hakmu
atasnya lebih wajib baginya. Karena ia adalah keluargamu Engkau wajib
menyayanginya, memberi makan, memberi pakaian, dan memaafkan kesalahannya.”
Menghindari pertikaian
Rasulullah saw bersabda:
“Laki-laki yang terbaik dari umatku
adalah orang yang tidak menindas keluarganya, menyayangi dan tidak berlaku
zalim pada mereka.” (Makarim Al-Akhlaq:216-217)
“Barangsiapa yang bersabar atas
perlakuan buruk isterinya, Allah akan memberinya pahala seperti yang Dia
berikan kepada Nabi Ayyub (a.s) yang tabah dan sabar menghadapi ujian-ujian
Allah yang berat. (Makarim Al-Akhlaq:213)
“Barangsiapa yang menampar pipi
isterinya satu kali, Allah akan memerintahkan malaikat penjaga neraka untuk
membalas tamparan itu dengan tujuh puluh kali tamparan di neraka jahanam.”
(Mustadrak Al- Wasail 2:550)
Isteri tidak boleh memancing emosi
suaminya, Rasulullah saw bersabda:
“Isteri yang memaksa suaminya untuk
memberikan nafkah di luar batas kemampuannya, tidak akan diterima Allah swt
amal perbuatannya sampai ia bertaubat dan meminta nafkah semampu suaminya.”
(Makarim Al-Akhlaq: 202)
Ada suatu kisah, pada suatu hari
seorang sahabat mendatangi Rasulullah dan berkata: “Ya Rasulullah, aku memiliki
seorang isteri yang selalu menyambutku ketika aku datang dan mengantarku saat
aku keluar rumah. Jika ia melihatku termenung, ia sering menyapaku dengan
mengatakan: Ada apa denganmu? Apa yang kau risaukan? Jika rizkimu yang kau
risaukan, ketahuilah bahwa rizkimu ada di tangan Allah. Tapi jika yang kau
risaukan adalah urusan akhirat, semoga Allah menambah rasa risaumu.”
Setelah mendengar cerita sahabatnya
Rasulullah saw bersabda:
“Sampaikan kabar gembira kepadanya
tentang surga yang sedang menunggunya! Dan katakan padanya, bahwa ia termasuk
salah satu pekerja Allah. Allah swt mencatat baginya setiap hari pahala tujuh
puluh syuhada’.” Kisah ini terdapat dalam kitab Makarimul Akhlaq: 200.
BIMBINGAN RASULULLAH DALAM KEHiDUPAN BERUMAH TANGGA
Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam selaku uswatun hasanah (suri tauladan yang baik) yang patut dicontoh
telah membimbing umatnya dalam hidup berumah tangga agar tercapai sebuah
kehidupan rumah tangga yang sakinah mawaddah warohmah. Bimbingan tersebut baik
secara lisan melalui sabda beliau shallallahu ‘alaihi wasallam maupun secara
amaliah, yakni dengan perbuatan/contoh yang beliau shalallahu ‘alaihi wasallam
lakukan. Diantaranya adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam senantiasa
menghasung seorang suami dan isteri untuk saling ta’awun (tolong menolong, bahu
membahu, bantu membantu) dan bekerja sama dalam bentuk saling menasehati dan
saling mengingatkan dalam kebaikan dan ketakwaan, sebagaimana sabda beliau
shallallahu ‘alaihi wasallam:
اسْتَوْصُوا
بِالنِّسَاءِ فَإِنَّ الْمَرْأَةَ خُلِقَتْ مِنْ ضِلَعٍ وَإِنَّ أَعْوَجَ شَيْءٍ
فِي الضِّلَعِ أَعْلَاهُ فَإِنْ ذَهَبْتَ تُقِيمُهُ كَسَرْتَهُ وَإِنْ تَرَكْتَهُ
لَمْ يَزَلْ أَعْوَجَ
فَاسْتَوْصُوا
بِالنِّسَاءِ
“Nasehatilah isteri-isteri kalian
dengan cara yang baik, karena sesungguhnya para wanita diciptakan dari tulang
rusuk yang bengkok dan yang paling bengkok dari tulang rusuk adalah bagian
atasnya (paling atas), maka jika kalian (para suami) keras dalam meluruskannya
(membimbingnya), pasti kalian akan mematahkannya. Dan jika kalian membiarkannya
(yakni tidak membimbingnya), maka tetap akan bengkok. Nasehatilah isteri-isteri
(para wanita) dengan cara yang baik.” (Muttafaqun ‘alaihi. Hadits shohih, dari
shahabat Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu)
Dalam hadits tersebut, kita melihat
bagaimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam membimbing para suami untuk
senantiasa mendidik dan menasehati isteri-isteri mereka dengan cara yang baik,
lembut dan terus-menerus atau berkesinambungan dalam menasehatinya. Hal ini
ditunjukkan dengan sabda beliau shallallahu ‘alaihi wasallam:
وَإِنْ تَرَكْتَهُ لَمْ يَزَلْ
أَعْوَجَ
yakni “jika kalian para suami tidak
menasehati mereka (para isteri), maka mereka tetap dalam keadaan bengkok,”
artinya tetap dalam keadaan salah
dan keliru. Karena memang wanita itu lemah dan kurang akal dan agamanya, serta
mempunyai sifat kebengkokan karena diciptakan dari tulang rusuk yang bengkok
sebagaimana disebutkan dalam hadits tadi, sehingga senantiasa butuh terhadap
nasehat.
Akan tetapi tidak menutup
kemungkinan juga bahkan ini dianjurkan bagi seorang isteri untuk memberikan
nasehat kepada suaminya dengan cara yang baik pula, karena nasehat sangat
dibutuhkan bagi siapa saja. Dan bagi siapa saja yang mampu hendaklah dilakukan.
Allah subhanahu wata’ala berfirman (artinya):
“Dan nasehat menasehati supaya
mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.” (Al
‘Ashr: 3)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam bersabda:
الدِّيْنُ النَّصِيْحَةُ
“Agama itu nasehat.” (HR. Muslim no.
55)
Maka sebuah rumah tangga akan tetap
kokoh dan akan meraih suatu kehidupan yang sakinah, insya Allah, dengan adanya
sikap saling menasehati dalam kebaikan dan ketakwaan.
DIANTARA TIPS/CARA MERAIH KEHIDUPAN YANG SAKINAH
1. Berdzikir
Ketahuilah, dengan berdzikir dan
memperbanyak dzikir kepada Allah, maka seseorang akan memperoleh ketenangan
dalam hidup (sakinah). Allah subhanahu wata’ala berfirman (artinya):
“Ketahuilah, dengan berdzikir kepada
Allah, (maka) hati (jiwa) akan (menjadi) tenang.” (Ar Ra’d: 28)
Baik dzikir dengan makna khusus,
yaitu dengan melafazhkan dzikir-dzikir tertentu yang telah disyariatkan, misal:
أَسْتَغْفِرُالله ,
dan lain-lain, maupun dzikir dengan
makna umum, yaitu mengingat, sehingga mencakup/meliputi segala jenis ibadah
atau kekuatan yang dilakukan seorang hamba dalam rangka mengingat Allah subhanahu
wata’ala, seperti sholat, shoum (puasa), shodaqoh, dan lain-lain.
2. Menuntut ilmu agama
Rasulullah shalallahu ‘alaihi
wasallam bersabda:
مَا اجْتَمَعَ قَوْمٌ فِي بَيْتٍ مِنْ
بُيُوتِ اللهِ يَتْلُونَ كِتَابَ اللهِ وَيَتَدَارَسُونَهُ بَيْنَهُمْ إِلاَّ نَزَلَتْ
عَلَيْهِمُ السَّكِيْنَةُ
“Tidaklah berkumpul suatu
kaum/kelompok disalah satu rumah dari rumah-rumah Allah (masjid), (yang mana)
mereka membaca Al Qur`an dan mengkajinya diantara mereka, kecuali akan turun
(dari sisi Allah subhanahu wata’ala) kepada mereka as sakinah (ketenangan).”
(Muttafaqun ‘alaihi. Hadits shohih, dari shahabat Abu Hurairah radhiallahu
‘anhu)
Dalam hadits diatas, Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam memberikan kabar gembira bagi mereka yang
mempelajari Al Qur`an (ilmu agama), baik dengan mempelajari cara membaca maupun
dengan membaca sekaligus mengaji makna serta tafsirnya, yaitu bahwasanya Allah
akan menurunkan as sakinah (ketenangan jiwa) pada mereka.
http://rizkyahmad88.wordpress.com/2011/07/19/membangun-keluarga-sakinah-mawaddah-warahmah/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
silahkan masukan komentar